Filsafat Waktu dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci yang sangat kuat mendorong pembacanya untuk berfikir. Al-Qur’an,  dalam istilah Abdullah Yusuf Musa, “Mengajak Berfilsafat” (al-tafalsuf) ” (Al-Qur’an wa al-Falsafah, hal 5). Berfilsafat dimaksud adalah dalam maknanya berfikir secara mendalam (radix) untuk mendapatkan kebenaran. Bertebaran ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir (QS.2:44; 3:65; 6:32, dll).  

Dalam bahasa Arab, istilah filsafat adalah ‘al-hikmah’ yang bermakna kebijaksanaan.  Sementara kata al-hikmah juga berarti perkataan yang terjaga dari kesalahan (al-qawl al-mashun ‘an al-hasyw).

Dalam kesempatan ini, mari kita merenung bersama soal ‘waktu’; yang meski biasanya dikaitkan dengan surat al-‘Ashr (QS. 103 : 1-3), tetapi tulisan ini lebih pada pesan al-Qur’an tentang keabadian waktu alam akhirat.  Bagi penulis, pesan al-Qur’an tentang waktu alam akhirat ini inspiratif. Mengapa ? Pertama, pesan waktu dalam surat al-‘Ashr, konteksnya adalah waktu alam dunia yang terbatas dimensinya, sementara waktu alam akhirat adalah sebaliknya : abadi. Kedua, pasti ada sesuatu hikmah dibalik (setiap pesan) ayat al-Qur’an, termasuk ayat-ayat tentang waktu alam akhirat ini.    

Banyak ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang keabadian waktu alam akhirat; Misalnya dengan kata-kata khaliduna dan khalidina, yang berarti mereka penghuni syurga dan neraka kekal abadi di dalamnya (QS. 2:25, 39, 81, 82, 217, 257, 275; QS.3:107, 116; QS. 5:80; QS.7 :36, 42; QS.9: 17, 22, 68, 72, 89, 100: QS. 11: 107, 108; QS. 14:23: QS. 16:29; QS. 18: 108; QS.20:76, 101; QS. 21:8; QS. 25 :16, 76; QS. 29: 58; QS. 31:9; QS. 33:65; QS. 39:72, 73; QS. 40:76; QS. 46:14; dll). 


Dari data di atas, terlihat betapa perhatian al-Qur’an soal waktu akhirat ini sangat tinggi. Jika pesan al-Qur’an dalam konteks waktu dunia termaktub dalam satu surat dengan tiga ayat, maka pesan al-Qur’an dalam konteks waktu akhirat, –setidaknya dari kata khaliduna dan khalidina–tercatat pada 32 surat dengan 69 ayat (al-Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an, h. 236-238). 

Ini seyogyanya menyadarkan kita betapa teramat kecil dan teramat singkat hidup di dunia ini.  Seorang guru besar  Filsafat Islam dalam bukunya Gerbang Kearifan mengatakan, “Manusia makhluk setitik (di dunia ini) dan sedetik (lama tinggal di dalamnya)”. Dalam bahasa yang lebih tinggi dari ungkapan ini, adalah sabda Nabi saw, “Perumpamaan (waktu, Pen.) duniamu dengan (waktu) akhiratmu adalah seperti engkau celupkan jari telunjukmu ke lautan, lalu engkau angkat; Yang menetes, itulah (waktu) duniamu”.

Jika waktu dunia (waktu kosmis) dimulai dari angka 0, maka sejak peristiwa Big Bang (dentuman besar) yang menandai terjadinya ruang dan waktu, dalam catatan seorang fisikawan teori Indonesia, Agus Purwanto, waktu yang telah berjalan di alam dunia ini adalah 15 miliar tahun.  

Bila dikaitkan dengan waktu alam akhirat, maka sungguh tidak ada padanan angka dan kata untuk menunjukkan kehebatan lama waktunya. Abadi. 

Maha benar Allah dengan segala firmanNya.. 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Ramadan Bulan Transformasi Nilai

Ramadan adalah bulan transformasi nilai-nilai dalam rangka terbentuknya manusia bertakwa.  Ada tiga nilai pada Ramadan yang bila ditranformasikan oleh seseorang maka ia akan menjadi pribadi yang bertakwa seperti yang menjadi tujuan dari ibadah puasa; pertama nilai pengendalian diri, kedua nilai kebahagiaan, dan ketiga adalah nilai pendidikan karakter.

Demikian sari taushiyah tarhib Ramadan Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah di hadapan sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Jakarta, pada Senin, 20 Maret 2023, bertepatan dengan 27 Syaban 1444 Hijriyah. Acara berlangsung di Masjid al-Taqwa Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Nilai pengendalian diri didasarkan kepada definisi dari puasa yang berarti menahan diri dan mencukupkan atas sesuatu. Definisi ini dikutipkan Mu’ti dari tafsir al-Maraghi, yang kandungan dari definisi ini adalah kontrol diri (self control) agar seseorang tidak serakah yang merupakan keniscayaan dari karakter  atau tabiat manusia yang serakah atau melampaui batas (israf). 

“Kontrol diri ini berarti dari dalam (diri manusia sendiri), bukan kontrol eksternal yang seringkali sifatnya temporal dan manipulatif”, kata Mu’ti yang mencontohkan kinerja dosen dan karyawan UMJ yang senantiasa diawasi oleh Allah, bukan oleh Pimpinan. “Puasa yang berarti kita senantiasa diawasi oleh Allah akan memunculkan sikap ihsan”, tegasnya.

Mu’ti yang juga Ketua Badan Pembina Harian UMJ ini juga mengingatkan agar pada bulan puasa tumbuh nilai-nilai kebahagiaan. Beribadah puasa hendaknya bukan karena paksaan yang menyebabkan seseorang merasa tidak bahagia. Ada dua hal yang ditegaskannya dari nilai kedua puasa ini, yaitu kebahagiaan sipritual (spiritul refreshing), dan kebahagiaan sosial (social refreshing). 


“Kebahagiaan spiritual contohnya adalah bahwa kita melakukan amaliyah Ramadan seperti shalat tarawih dengan rileks, santai, dan tidak terburu-buru, sebagaimana arti harfiyah dari kata tarawih yang berarti istirahat, sementara kebahagiaan sosial kita didorong pada bulan puasa ini untuk sering berbagi dengan banyak bersedekah”. Mu’ti mengatakan bahwa Rasulullah SAW adalah contoh orang yang sangat penderma pada bulan puasa. 

Nilai ketiga adalah nilai pembentukan karakter yang berarti menjadikan bula puasa sebagai bulan pendidikan dan madrasah takwa. Guru Besar Pendidikan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengutip Imam al-Syirazi dengan ungkapannya al-‘ibadah al-tarbawiyah wa madrasah al-taqwa, dalam menjelaskan ibadah puasa. 

Tujuan dari ibadah puasa yang berarti ‘takwa’ menurut Mu’ti diungkapkan dalam bentuk kata kerja (tattaqun) yang maknanya adalah proses (becoming), bukan dengan kata benda (al-taqwa) yang maknanya menjadi (being). “Perubahan diri dari ibadah puasa sifatnya adalah bertahap, tidak revolusioner”, katanya dengan menegaskan bahwa amal yang disukai oleh Allah adalah amal yang rutin berkesinambungan walaupun sedikit. “Karena itu penting sekali menumbuhkan kebiasaaan-kebiasaan yang baik”, tegasnya.

Di bagian akhir taushiyahnya, Mu’ti menegaskan bahwa dengan mentransformasi ketiga nilai di atas, ibadah puasa akan menjadi ibadah yang menggerakkan, bukan ibadah yang sekedar rutinitas yang fatalistis dan tidak produktif.   

Wallau a’lam.. 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Ramadan Bulan Edukasi

Ramadhan adalah bulan edukasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar, khususnya belajar tentang al-Quran dari mulai cara membacanya, juga belajar untuk memahami isinya.

Demikian di antara isi ceramah Ust. Ir. Lahmuddin Abdullah pada acara Tarhib Ramadhan di Taman Bougainvillea, pada Sabtu,  26 Syaban 1444 H bertepatan 18 Maret 2023.

Bertempat di Mushalla Wahdatul Ummah, tampak warga komplek, termasuk anak-anak Taman Pendidikan al-Quran (TPQ) Bougainvillea yang ikut mengisi acara, antusias mengikuti kegiatan  ini.

“Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Quran. Mari jadikan bulan ini untuk mempelajari al-Quran. Bagi yang belum cukup lancar membacanya, usahakan bacaannya menjadi lebih baik; sementara yang sudah baik, bisa ditingkatkan dengan belajar memahami isinya”, kata Lahmuddin.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota Depok ini mengapresiasi kegiatan pembelajaran al-Qur’an di TPQ Bougainvillea yang menurutnya sangat bagus. “Saya bangga melihat penampilan anak-anak yang secara khusus belajar al-Quran”, demikian dia mengomentari penampilan anak-anak TPQ dalam membaca dan menghafal al-Qur’an. “Anak-anak yang baik bacaannya bisa dibina untuk menjadi imam shalat”, tambahnya menyupport.

Selain menyampaikan edukasi Ramadhan, tokoh Cinangka ini juga menghimbau agar dalam menyambut Ramadhan, warga saling memaafkan kesalahan dengan cara bersilaturrahim. ” Mulai Ramadhan dengan hati yang bersih dengan cara bersilaturrahim, terutama kepada orangtua”, tegasnya.
“Banyak dosa yang kita lakukan, baik kepada keluarga maupun lingkungan, sementara dahulu sesungguhya kita dalam keadaan suci di mana ruh kita bersaksi untuk mengikuti jalan Allah”, katanya, yang mengutip surat al-A’raf (7) ayat 172.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Kampusiana “Goes to Campus” di UMJ

Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) untuk kali ketiga mendapat kehormatan kunjungan Kompasiana pada Selasa, 21 Maret 2023, dalam acara Kampusiana Goes to Campus. Kunjungan sebelumnya pada Kamis, 16 Februari 2023 saat acara penandatanganan kerjasama antara Fakultas Agama Islam UMJ dengan Kompasiana yang salah satu bentuk kerjasamanya adalah kegiatan ‘Kampusiana Goes to Campus’ ini. 

Kali pertama kunjungan Kompasiana pada Rabu, 12 Oktober 2022 saat Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam mengundang COO Kompasiana, Nurulloh sebagai narasumber kegiatan pembekalan magang mahasiswa.

Kegiatan Goes to Campus berlangsung di Aula Fakultas Ekonomi dan Bisnis.  Tampak hadir unsur pimpinan FAI, Wakil Dekan I, Busahdiar, MA, Wakil Dekan II, Dra. Romlah, M. Pd., Wakil Dekan III, Nurhadi, MA,  para ketua Program Studi di lingkungan FAI, para dosen, dan mahsiswa yang tercatat 236 orang

Sementara dari Kompasiana ada 13 orang, di antaranya COO Kompasiana,  Nurulloh, Asst. Manager Marcomm Kompasiana, Ramanda Maryudie,  Content Lead Kompasiana Widha Karina, Community Lead Kompasiana, Kevinalegion, Community Lead Kompasiana, Marcomm Head Kompas.com, Mohammad Zainal, dan Marcomm Kompasiana, Rahmi Izati. 


Acara yang dikemas dalam bentuk dialog interaktif ini menghadirkan empat orang narasumber, yaitu Hamli Syaifullah, yang juga  dosen FAI UMJ dan Widha Karina dan dua kompasianer muda, Cindy Carneta dan Adelaide Rizqy Ellionas, mahasiswi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Acara dipandu oleh Musfi dari Kompasiana. 


Busahdiar, dalam sambutannya mewakili Dekan FAI UMJ, mengatakan mendukung penuh kegiatan Goes to Campus yang menurutnya merupakan kegiatan follow up dari Perjanjian Kerjasama yang dilakukan sebelumya. Dia juga menegaskan apresiasinya kepada Kompasiana yang bersedia bekerjasama dengan FAI UMJ, oleh karena dari kegiatan ini mahasiswa diharapkan dapat mempunyai softskill berupa keterampilan menulis.

 “Keterampilan menulis ini masuk softskill yang sangat bermanfaat buat mahasiswa dan akan menjadi informasi pada Surat Keterangan Pendamping ijazah bekal mereka akan bekerja nanti”, demikian katanya.

Sementara itu, Nurulloh dalam sambutannya mengatakan bahwa Kampusiana Goes to Campus ini adalah kegiatan yang merupakan respon dari Kompasiana atas meningkatnya antusiasme kalangan milenial, di antaranya mahasiswa, yang memposting tulisannya di Kompasiana.  

Baca juga:COO Kompasiana Beri Pembekalan Magang Profesi Mahasiswa UMJ
“Konten-konten tulisan dari kalangan perguruan tinggi, termasuk mahasiswa, bisa menjadi sangat bermanfaat buat dikonsumsi oleh publik”, imbuhnya. Nurulloh menambahkan bahwa tidak semua konten yang beredar di media sosial itu bagus, dan karenanya perlu diimbangki dengan konten-konten yang positif.   

Pada sesi presentasi narasumber, Hamli Syaifullah dan Widha Karina, secara bergantian memberikan pencerahan kepenulisan kepada audiens yang disambut banyak pertanyaan dari mahasiswa. Hamli, misalnya, memberikan tips menulis, di antaranya adalah empat hal memulai untuk menjadi seorang penulis, yaitu pertama, memutuskan diri untuk menjadi penulis, kedua, banyak berlatih menulis; ketiga, melakukan branding dan memperbanyak silaturahim; dan keempat adalah semangat untuk berkarya. Agak khusus yang ketiga, Hamli menambakan, “Ke mana-mana saya memperkenalkan diri sebagai seorang penulis”.

Narasumber kedua, Widha Karina, dalam presentasinya memperkenalkan Kompasiana sebagai media alternatif platform blog yang dapat dimanfaatkan oleh siapa saja (publik/netizen) untuk menuliskan gagasan, ide, pengalaman, dll, untuk sharing dengan publik. 

“Karena siapa saja dapat menulis di Kompasiana, maka publik itu sendiri yang bertanggungjawab atas konten yang ditulisnya”, demikian paparannya. 

Widha juga mengatakan bahwa menulis di Kompasiana mudah, oleh karena konten yang dituliskan langsung tayang dengan catatatan tidak melanggar ketentuan Kompasiana.

Widha selanjutnya mengingatkan audiens untuk membedakan antara ‘yang penting’ dan ‘yang menarik’ ketika membuat tulisan. Dia mencontohkan bahwa informasi suatu kecelakaan adalah hal penting (karena menyangkut soal nyawa. Pen.), tetapi belum tentu menarik untuk dituliskan, tetapi berita tentang perceraian seorang artis bukanlah hal yang penting, tetapi menarik untuk dituliskan. 

“Tantangan dalam menulis adalah bagaimana menjadikan tulisan kita penting sekaligus menarik”, tegasnya. “Bahan-bahan perkuliahan mahasiswa bisa menjadi sesuatu yang penting dan menarik untuk dituliskan”, demikian dia memberikan tantangan kepada mahasiswa.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Bedah Buku Tafsir Mu’tazilah

Pada Selasa, 1 Maret 2022 diselenggarakan kegiatan Webinar Bedah Buku kami ‘Tafsir Mu’tazilah Studi Munasabah Al-Qur’an Tafsir al-Kashshaf dan Pergeseran Makna I’jaz Al-Qur’an’. Kegiatan yang dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom dan live di kanal Youtube ini, diinisiasi oleh Yayasan Pustaka Thamrin Dahlan (YPTD), Jakarta yang juga merupakan penerbit buku ini. Buku ini sendiri sebelumnya adalah disertasi kami pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul I’jaz Al-Qur’an dan Pergeseran Maknanya dalam Tafsir Mu’tazilah Kajian Munasabah Al-Qur’an Tafsir al-Kashshaf. Judul disertasi dirubah untuk kepentingan penerbitan buku. Pada kegiatan bedah buku ini kami penulis bertindak sebagai narasumber, sementara yang bertindak sebagai pembahas adalah Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, guru besar filsafat Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Acara dipandu oleh Bapak Thamrin Dahlan, pendiri YPTD.

Dalam kesempatan presentasi kami menyampaikan tiga hal : pertama tentang Tafsir Mu’tazilah,kedua tentang munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Kashshaf, dan ketiga tentang pergeseran makna I’jaz Al-Qur’an dalam Tafsir Mu’tazilah. Sementara dalam tanggapannya, Prof. Zainun membahasa prinsip lima (al-Ushul al-Khamsah) yang menjadi rukun iman Mu’tazilah, dan perlunya kehati-hatian menyikapi perbedaan terkait rukun iman pada umat Islam. Prof. Zainun juga mendorong peserta untuk akrab dengan Al-Qur’an dengan salah satu caranya adalah mempelajari Bahasa Arab sebagai bahasa Al-Qur’an.

Paparan kami berdua alhamdulillah dapat mematik diskusi. Seingat kami, ada bu Chrisma Nainggolan yang juga sebagai host dan mengkritisi pihak-pihak yang mengatakan Al-Qur’an sebagai kitab suci yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman, ada pa Zamris Habib yang menanyakan tentang perbedaan konsep i’jaz Al-Qur’an antara Mu’tazilah dan Asy’ariyyah, ada bu Yeni yang menanyakan tentang perbedaan pemahaman terhadap Al-Qur’an di kalangan umat Islam, dan terakhir ada bu Elok yang mengapresiasi tentang dorongan para narasumber akan pentingnya bahasa Arab dan sistem pendidikan pesantren.

Di bagian akhir diskusi, kami sendiri menegaskan bahwa dengan temuan-temuan penelitian pada buku ini, kajian munasabah Al-Qur’an telah didahului oleh al-Zamakhshari (6 H), sebelum al-Biqa’i (9 H) yang diperkenalkan oleh M. Quraish Shihab, dan sebelum al-Razi (7 H) sebagaimana disampaikan oleh Muhammad Bazmul.

Acara webinar yang menurut bu Chrisma merupakan webinar dengan durasi waktu terlama di YPTD ini berakhir pukul 22.30 WIB.
Wallahu a’lam..

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Halaqah Tarjih tentang Perayaan Natal

Pada Kamis, 17 Jumadil Akhir 1443 bertepatan 20 Januari 2022, kami berkesempatan menjadi narasumber pada kegiatan Halaqah Tarjih Lembaga Pengkajian dan Penerapan al-Islam dan Kemuhammadiyahan (LPP AIK) Universitas Muhammadiyah Jakarta, bersama narasumber lainnya, KH. Drs. Ahsin Abdul Wahhab, MA dari Majelis Tarjih Pengurus Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta. Topik Halaqah adalah tentang Perayaan-perayaan.
Penulis sendiri berfokus pada pembahasan tentang perayaan Natal. Beberapa pokok pikiran yang penulis sampaikan dalam kesempatan tersebut adalah sebagai berikut :
pertama, bahwa fatwa tarjih Muhammadiyah pada buku Tanya Jawab Agama 2 tentang perayaan natal mengutip sepenuhnya fatwa Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1981 tentang Perayaaan Natal bersama yang satu salah poin keputusannya adalah bahwa mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram. Penulis menegaskan bahwa keputusan fatwa (MUI) yang usianya sudah 41 tahun itu sangat kuat sehingga masih dirujuk hingga sekarang, termasuk oleh Muhammadiyah.
Kedua, penulis melihat gejala pada sebagian masyarakat yang ada membolehkan ikut merayakan dan di dalamnya mengucap selamat natal dengan alasan termasuk kewajaran berinteraksi sehari-hari dengan non-muslim. Dengan kata lain keikutsertaan ini dilandasi prinsip bermuamalah. Di sinilah penulis menyampaikan kritik dari Sayyid Qutb dan Ibn Taimiyah. Sayyid Qutb dalam buku Fiqh al-Da’wah mengatakan bahwa terminologi ‘muamalah’ adalah terminologi yang muncul belakangan dalam khususnya keilmuan hukum Islam. Dan, menurutnya, Islam itu adalah satu/tunggal dalam maknanya sebagai mengabdi (beribadah) kepada Allah. Dalam konteks ini, mengucapkan selamat natal apalagi merayakannya secara bersama dengan alasan bermuamalah dengan non-Muslim, tidak ada dasarnya. Sementara Ibn Taimiyah dalam Majma’al-Fatawa mengemukakan prinsip ‘berakidah dalam beribadah’. Dus, dari prinsip rumusannya ini difahami bahwa Islam adalah satu kesatuan akidah, ibadah, dan juga muamalah.
Ketiga, bahwa memang terjadi khilafiyah atau perbedaan pendapat di kalangan ulama menyangkut perayaan natal. Ada yang mengharamkan, ada juga yang membolehkan. Perbedaan pendapat ini dilatarbelakangi pemahaman masing-masing terhadap ayat-ayat yang mengisahkan kehidupan nabi Isa dan ibunda Maryam. Di antaranya surat Maryam (19) ayat 23 s.d 33. Secara kontemporer, ada empat orang ulama yang penulis elaborasi pemikirannya, yaitu Yusuf Qardhawi (Qatar), Ahmad al-Thib yang merupakan syaikh al-Azhar (Mesir), Ali Jum’ah (Mesir), dan Mustafa al-Zarqa (Suriah). Dua yang pertama keras melarang ikut merayakan dan mengucapkan selamat Natal, dan dua lainnya membolehkan.
Keempat, bahwa terkait hal khilafiyah tersebut, sikap Muhammadiyah adalah mengedepankan toleransi. Penulis mengutip buku Manhaj Tarjih Muhammadiyah karangan Prof. Dr. Syamsul Anwar yang merupakan Ketua Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah, tentang ‘Khilafiyah dan Wawasan Toleransi’. Meski tidak terkait topik kajian tarjih, penulis mengkontribusi pemikiran tentang perlunya dimasukkan dalam dokumen-dokumen resmi ketarjihan di Muhammadiyah surat al-Zumar (39) ayat 18 yang menurut penulis sebagai ayat tarjih.
Kelima, bahwa jika diperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi landasan fatwa MUI, ayat-ayat tersebut dominan berbicara soal akidah. Karena itu, hal perayaan natal ini sangat kental terkait masalah akidah. Di sini penulis menyatakan ketidaksetujuannya pada pemikiran Ahmad al-Thib tentang tidak perlu mendiskusikan masalah akidah kepada non Muslim. Di antara argumen penulis adalah dialog Rasulullah SAW dengan delegasi Nasrani Najran sebagaimana disampaikan oleh al-Wahidi dalam kitab Asbab al-Nuzul.
Keenam, penulis menyampaikan pemikiran tentang Islam sebagai standar (bagi agama-agama lain). Ada tiga ayat, di antaranya, yang menjadi argumen, yaitu surat al-Taubah (9) ayat 33 tentang misi Rasulullah dalam mengunggulkan Islam dari semua agama, surat al-Maidah (5) ayat 48 tentang salah satu fungsi Al-Qur’an sebagai ‘batu uji'(muhaymin) bagi kitab yang lain, dan surat al-Baqarah (2) ayat 137 yang menegaskan, ‘Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Wallahu a’lam..

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Moderasi Islam di Indonesia Kontribusi untuk Peradaban Global

Negara Indonesia, melalui Kementerian Agama, telah mencanangkan tahun 2019 sebagai Tahun Moderasi Beragama dan mendorong agar moderasi beragama ini menjadi arus utama dalam membangun Indonesia. Pemerintah memasukkan agenda moderasi beragama ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Kata ‘moderasi’  sendiri difahami sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna, di mana setiap warga masyarakat, apapun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan di antara mereka.

Dengan merujuk rumusan yang disampaikan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, ada tiga prinsip moderasi Islam yang digunakan dalam tulisan ini untuk menegaskan praktik moderasi Islam di Indonesia, yaitu pertama prinsip keadilan (al-‘ada>lah), kedua prinsip keseimbangan (al-tawa>zun), dan ketiga prinsip toleransi (al-tasa>muh}).

Praktik Prinsip Keadilan

Praktik sikap moderasi Islam berdasar prinsip keadilan ini terbukti dalam ranah politik yang terlihat dari karakter inklusif Islam yang menerima empat prinsip dasar dalam negara-bangsa Indonesia, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Pancasila, dan Bhineka Tunggal Ika. Penerimaan terhadap empat pilar ini menunjukkan sikap moderat umat Islam yang secara tepat memosisikan dirinya dalam hidup bernegara. Posisi umat Islam tidak antipati atau vis a vis terhadap negara. Sikap ini juga dalam merupakan turunan dari keyakinan umat untuk patuh kepada pemimpin, setelah patuh kepada Allah dan RasulNya [Q.S. al-Nisa (4) : 59].  Sikap ini juga yang menjadi sangat berbeda dengan gerakan transnasional eksklusif, misalnya, yang mengimpikan dawalah Islamiyah dan/atau khilafah, yang terbukti kerap menimbulkan ekses-ekses negatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan dalam kehidupan global dengan munculnya gerakan-gerakan ekstrimitas di banyak negara di dunia.

Praktik prinsip keadilan dalam moderasi Islam di Indonesia ini juga terlihat dengan pendirian Departemen Agama pada 3 Januari 1946 yang jelas merupakan produk politik ini, atau tepatnya hasil kompromi politik antara umat Islam dengan kaum sekularis. Sebagaimana diketahui penghapusan tujuh kata pada Piagam Jakarta ‘dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’  dan diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung tekanan khusus  menyangkut kualitas monotheistik  prinsip ke-esaan Tuhan yang sesuai dengan ajaran Islam, yaitu tawhid. Rumsan Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjadi sila pertama Pancasila ini kemudian diadopsi  sebagai mukaddimah Konstitusi Republik yang kemudia disebut Undang-Undang Dasar 1945. Sedikit banyakanya UUD 1945 ini memberikan tempat yang utama bagu status Islam di negara ini. Harus diakui tidak sedikit kritik di luar umat Islam menyangkut adanya kesan hak eksklusifitas bagi umat Islam. Untuk menepis hal tersebut, pada September 1945 pemerintah Indonesia yang masih sangat muda saat itu memutuskan perlunya didirkan Departemen Agama.

Pembentukan departemen (sekarang Kementerian) yang meski ada kritik karena dianggap identik dengan departemen satu/sebuah agama (Islam) ini, mempunyai tugas utama menjamin kebebasan beragama dalam pengertian kebebasan dari setiap penganut agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu) untuk hidup sesuai dengan semangat keimanan mereka masing-masing. 

Praktik Prinsip Keseimbangan

Salah satu distingsi utama kaum Muslimin Indonesia adalah kepenganutan pada paradigma Islam wasathiyah yang inklusif. Dengan paradigma dan praksis wasathiyah, umat Islam Indonesia dapat tercegah dari sektarianisme keagamaan, kesukuan dan sosial politik yang bernyala-nayala. Jati diri Islam Indonesia wasthiyah memiliki ortodoksinya sendiri, terdiri dari tiga aspek; kalam (teologi) Asy’ariyah-Jabariyah, fiqh mazhab Syafii dan tasawuf al-Ghazali. Ortodoksi Islam Indonesia wasathiyah berbeda misalnya dengan ortodoksi Islam Arab Saudi yang terdiri dari hanya dua aspek ; kalam salafi-Wahabi dan fiqh mazhab Hanbali.           

Dalam ranah praksisnya, sebagai konsekwensi dari pendirian Kementerian Agama seperti tersebut di atas, misalnya, Pemerintah melakukan perlakuan yang seimbang  terhadap semua agama di Indonesia. Perwujudan identitas keagamaan dalam bentuk perayaan-perayaan besar hari keagamaan, misalnya dilegalisasi pemerintah  sebagai hari libur, seperti antara lain Maulid Nabi Muhammad saw, Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW, Nuzulul Qur’an, Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, Tahun Baru Hijriah, Tahun Baru Masehi, Kenaikan Isa al-Masih, Wafat Isa al-Masih, Hari Raya Natal, Hari Raya Nyepi, Hari Raya Waisak, dan Tahun Baru Imlek. Demikian juga kehadiran rumah-rumah ibadah semua agama yang tersebar di seluruh Indonesia, seperti masjid, gereja, candi, pura, dan kelenteng. Semua kegiatan keagamaan itu dipantau, diatur, dan diayomi oleh pemerintah

Sejalan dengan hal tersebut, berkembang juga Budaya Pancasila dalam bentuk busana jilbab bagi muslimah yang berbasis transendental dari usia dini hingga lanjut usia. Busana jilbab  dengan berbagai model yang khas Indonesia itu mulai berkembang tahun 1970, yang merupakan implementasi dari keyakinan agama di samping , tidak dapat dipungkiri bahwa juga terpengaruh oleh budaya Arab .

Budaya Pancasila sebagai Peradaban Indonesia yang bersifat transendental atau religius, juga melembaga dalam bentuk organisasi sosial keagamaan, seperti Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Konperensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Parisdha Hindu, Walubi, Subud, Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu) dan lain-lain. Partai politik yang berbasis agama juga tumbuh dan berkembang sejak masa pergerakan hingga masa reformasi. Partai-partai yang berbasis agama itu, mendirikan juga organisasi sayap seperti organisasi pemuda, organiasi mahasiswa, organisasi seni dan budaya, organisasi perempuan, organisasi buruh, organisasi tani dan nelayan, organisasi seni budaya, serta menerbitkan surat kabar (surat kabar partai).

Dalam kehidupan ekonomi tumbuh juga Budaya Pancasila dalam bentuk budaya religius atau transendental, seperti koperasi syariah, toko swalayan syariah, bank syariah, baitul mal wa al-tamwil, dan biro perjalanan haji dan umrah. Demikian juga terbentuk organisasi pengusaha yang berbasis agama, yang cikal bakalnya telah tumbuh pada masa pergerakan sebelum Indonesia merdeka seperti Serikat Dagang Islam. Bahkan lahir dan berkembang juga gerakan makanan halal, yang harus memperoleh sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia.

Praktik Prinsip Toleransi

          Toleransi merupakan sikap untuk memeberi ruang dan tidak mengganggu hak orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapat, meskipun hal tersebut berbeda dengan apa yang kita yakini. Dengan demikian toleransi mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, sukarela, dan lembut dalam menerima perbedaan. Toleransi selalu disertai dengan sikap hormat, menerima orang yang berbeda sebagai bagian dari diri kita, dan berpikir positif.

            Dalam konteks tatanan sosio-politik Indonesia, selama hampir dua dekade, ekstremisme keagamaan menjadi perhatian semua pihak, tidak hanya di Indonesia melainkan sudah menjadi fenomena global. Aksi kekerasan atas nama agama yang terjadi di sejumlah negara telah menimbulkan ketegangan bagi semua kalangan yang pada kadar tertentu melahirkan gejala saling mencurigai kelompok agama tertentu sebagai sumber kekerasan.

            Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius dengan ketaatan beribadah dan toleransi yang tinggi. Tradisi toleransi mengakar kuat dalam sikap dan perilaku saling menghormati dan bekerjasama  di antara pemeluk agama yang berbeda. Namun akhir-akhir ini terdapat gejala melemahnya budaya toleransi di Indonesia yang ditandai oleh menguatnya  ekstrimisme di hampir semua kelompok seperti tindakan penyerangan  tepat ibadah dan kekerasan atas nama agama yang seringkali  tetjadi di sejumlah tempat. Selain arean faktor penegakan hukum yang lemah dan kondisi sosial yang rawan, tumbuhnya ekstrimisme keagamaan juga disebabkan oleh memudarnya budaya toleransi.

            Satu contoh menarik dari budaya toleransi ini adalah kebersamaan yang ditunjukkan warga Cempaka Baru, Kemayoran Jakarta Pusat pada 26 Agustus 2019 yang bisa menjadi contoh bahkan bagi dunia tentang tingginya budaya toleransi beragama di Indonesia; Saat itu upacara kebaktian tutup peti untuk seorang warga beragama Kristen yang meninggal terpaksa dilakukan di pelataran Masjid Darussalam, dipimpin pendeta, serta dihadiri keluarga dan warga Kristiani di sekitar masjid. Aktifitas itu dilakukan setelah pihak keluarga meminta izin Dewan Kemakmuran Masjid  (DKM) untuk dapat menggunakan halaman masjid untuk kegiatan kebaktian tutup peti. Alasannya, gang menuju rumah duka terlalu sempit sehingga menyulitkan peti jenazah masuk keluar menuju rumah duka. Pengurus DKMM Darussalam mempersilahkan halaman masjid digunakan untuk kegiatan peribadatan tersebut dengan niat berbuat baik saling membantu sesama, tak terkecuali pemeluk agama lain.

Penutup

          Praktik moderasi Islam di Indonesia berdasar tigaprinsip di atas dapat merupakan kontribusi bagi peradaban dunia, khususnya dalam menciptakan tatanan dunia yang damai berdasar nilai-nilai agama. Pada sisi lainnya yang lebih aktual, tiga prinsip tersebut dapar pula menginspirasi perhelatan dunia G-20 yang akan digelar Nopermber 2022  di mana Indonesia bertindak sebagai presidensinya. Dengan mengusung tema Recover Together Recover Stronger, semangat dunia untuk bangkit dan menjadi kuat bersama seketika khususnya menghadapi dua tahun Pandemi Covid-19, perlu diperkuat dengan tiga nilai moderasi di atas dalam rangka menciptakan tatanan kehidupan global yang berkeadilan dalam arti tidak  membeda-bedakan antara negara maju, berkembang, maupun terbelakang; berkeseimbangan dalam arti melekat secara seimbang hak dan kewajiban masing-masing negara; dan penuh dengan semangat toleransi dalam arti saling menguatkan meski berbeda.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Azra, CBE

Buku baru yang menambah koleksi perpustakaan kami adalah buku 66 tahun Azyumardi Azra CBE Karsa untuk Bangsa terbitan Kompas, 2022. Buku setebal 388 halaman ini diisi dengan Kata Pembuka oleh Prof. Dr. Ahmad Syafii Ma’arif dan Prof. Dr. M. Amin Abdullah, dan Kata Penutup oleh Prof. Robert W. Hefner. Ada 66 kontributor yang keseluruhannya terbagi ke dalam enam sub bahasan : Kepribadian, Kecendekiaan, Kependidikan, Kebangsaan, Keislaman, dan Kesejarahan.Buku diedit apik oleh Muhammad Ali dan David Krisna Alka.

Prof. Azra adalah tokoh fenomenal. Namanya menyedot perhatian publik nasional dan internasional. Secara nasional, salah satu fokus perhatian publik adalah ‘jasa’nya membidani ‘kelahiran’Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2002, yang sebelumnya berstatus sebagai Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Perubahan ini luar biasa, karena mendongkrak kepercayaan diri perguruan tinggi Islam berbicara tentang keilmuan umum sebagai kawan keilmuan Islam. Perubahan IAIN menjadi UIN memang membawa ssmangat integrasi Ilmu. Ditemukan sekarang di UIN nomenklatur keilmuan tarbiyah dan ilmu kependidikan, adab dan humaniora, ushuluddin dan filsafat, dll. Dunia pendidikan tinggi Islam, khususnya, mencatat dengan tinta emas, kontribusi Prof. Azra ini.

Secara internasional, kiprah Prof. Azra juga meng-emas. Banyak pengakuan para penulis di buku ini. Ada baiknya diambil salah satunya, yaitu dari senior beliau sendiri, Prof. Dr. Syafii Ma’arif. “Kiprahnya yang mendunia Juga tampak jelas. Ia telah menerima penghargaan tertinggi dari Ratu Elizabeth II, Kerajaan Iggris, yakni The Commander of the British Empire (CBE) Award, bahkan nenjadi orang pertama di luar negara persemakmuran Inggris di dunia yang menerima itu. Sebuah gelar kebangsawanan yang sangat elite di Iggris. Namun, gelar itu bukan satu-satunya. Tahun 2017, Kaisar Akihito dari Kerajaan Jepang memberikan penghargaan The Order of the Rising Sun : Gold and Silver Star. Sebuah gelar tertinggi yang diberikan oleh pemerintah Jepang untuk tokoh yang berasal dari luar Jepang” demikian tulis rinci mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini.
Buku ini penting dimiliki karena mengispirasi. Penulis sendiri terinspirasi oleh sang CBE jauhw sebelum buku ini terbit. Tahun 2005, saat memberi pesan kepada 90-an dosen UIN diperbantukan (dpk) pada Perguruan Tingi Agama Islam di lingkungan Kementerian Agama, beliau menekankan agar para dosen UIN jangan bermental kerja sebagai seorang birokrat. “Bekerjalah seperti seorang Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bermemtal sebagai pekerja keras”. Terlihat di cover buku ini, fotonya yang tampak ‘letih’ (berfikir dan bekerja). Pada acra tersebut masih terngiang pada penulis nasehatnya “Anda semua adalah seorang Knowledge Worker (pekerja ilmu). Sebagai seorang dosen dpk pada Universitas Muhammadiyah Jakarta, nasehatnya terus saya pegang.

Yang kedua adalah nasehatnya di sebuah kesempatan perkuliahan doktoral pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Menjadi doktor adalah menjadi teladan”, katanya yang juga bercerita bagaimana pengalamannya mendapati orang-orang Jepang yang sangat berdisiplin berkendara saat melalui lampu merah, hijau, kuning. Menjadi doktor adalah menjadi teladan merupakan nasehat sangat sangat mendalam. Mudah-mudahan teman-teman sekelas saya saat itu tetap mengingat nasehat penting dan berat tersebut. Terimakasih dari saya Prof Azra, keponakan dari kakak kelas yang Prof kenal dekat, Muhammad Nabhan Husein..

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Membaca Al-Qur’an, al-Bahiy dan Diraz

Ada dua pakar Al-Qur’an kontemporer yang ikut menekankan pentingnya membaca Al-Qur’an. Pertama Muhammad al-Bahiy, dan yang kedua adalah Muhammad ‘Abdullah Diraz. Keduanya adalah ulama Mesir yang diakui otoritasnya. Seingat penulis di antara karya penting Muhammad al-Bahiy adalah Al-Qur’an wa al-Mujtama’ (Al-Quran dan Masyarakat), sementara karya penting, atau bahkan monumental Muhammad ‘Abdullah Diraz adalah Dustur al-Akhlaq fi Al-Qur’an (Undang-Undang Akhlak dalam Al-Qur’an) yang merupakan terjemahan versi  bahasa  Arabnya dari disertasinya pada Universitas Sorbone di Perancis.
Kesan penulis atas penekanan kedua ulama tersebut untuk membaca Al-Qur’an memang bukan dari karya masing-masing tersebut, melainkan dari kisah masing-masing dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an, yang kisah tersebut dituturkan oleh orang lain.
Pertama Muhammad al-Bahiy. Adalah pa Amien Rais yang berkisah saat acara silaturrahim pengurus Dewan Kemakmuran Masjid Muhammadiyah se-DKI Jakarta di Aula Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta di Cempaka Putih pada 2016. Beliau bercerita saat bertemu ulama tersebut untuk keperluan mewawancarainya sebagai salah seorang ulama Ikhwanul Muslimin, dia dinasehati ulama tersebut. “Kamu Amien, jangan mengaku sebagai pemuda Islam, kalau tidak dapat membaca Al-Qur’an setidaknya satu juz setiap hari”, demikian cerita Amien Rais yang saat itu adalah mahasiswa program doktoral bidang politik Universitas Chicago, Amerika. Amien bercerita bahwa ada tiga partai Islam yang ditelitinya, yaitu Ikhwanul Muslimin di Mesir, partai Jamaat al-Islami di Pakistan, dan partai Masyumi di Indonesia. “Pesan beliau saya jalankan dan al-hamdulillah Al-Qur’an ‘menjaga’ saya, saat belajar di Amerika”, kenang Amien. Dari cerita ini,jelas bahwa Al-Qur’an akan menjaga kita, kalau kita menjaga (membaca)nya.
Kedua adalah Muhammad Abdullah Diraz. Ulama yang juga terkenal dengan bukunya al-Naba’ al-‘Adzim, dan sering dikutip M. Quraish Shihab itu, mempunyai kebiasaan mengkhatamkan membaca Al-Qur’an dalam waktu enam hari. Cerita ini penulis dapatkan pada kanal youtube.com/watch?v=a7VYhv2GLEA
yang menayangkan seorang Arab (kemungkinan murid) pengagum Muhammad Abdullah Diraz. Kalau keseluruhan Al-Qur’an adalah 30 juz, maka Diraz rata-rata membaca Al-Qur’an lima juz setiap hari. Sebuah cara ideal-maksimal berinteraksi dengan Al-Qur”an.
Manapun yang kita pilih, minimal satu juz atau yang maksimal lima juz, adalah pilihan yang baik. Yang kurang baik adalah tidak kedua-duanya. Bahkan juga menjadi sangat tidak baik, karena masuk dalam kategori orang-orang yang meninggalkan Al-Qur’an sebagaimana yang dikeluhkan/dikhawatirkan/diwarning oleh Rasulullah SAW. “Dan berkata Rasul wahai Tuhanku sesungguhnya umatku telah meninggalkan Al-Qur’an”, demikian peringatan Nabi SAW yang diabadikan oleh Al-Qur’an pada surat al-Furqan (25) ayat 30. Meninggalkan Al-Qur’an dimaksud boleh jadi tidak membacanya, tidak merenungkan kandungannya, tidak mengamalkan, dan tidak mendakwahkannya. Na’udzubillahi min dzalika.
Mudah-mudahan kita semua termasuk kelompok orang yang bukan saja menyempatkan diri, tetapi lebih dari itu mengagendakan diri selalu membaca Al-Qur’an. Ya Allah, hamparan huruf ini menjadi saksi, kami ingin selalu akrab dengan firman-firmanMu..

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Masuk Islam secara Kaaffah

Surat al-Baqarah ayat 208 diterjemahkan (Kementerian Agama) sebagai berikut, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu, musuh yang nyata bagimu”.

Pada ayat tersebut ada kata “keseluruhan” yang dalam bahasa Arab disebut dengan kaaffah. Masuk Islam secara keseluruhan atau secara kaaffah jelas seruan yang sangat penting. Setidaknya pesan ini didasarkan kepada fakta sejarah masa Rasulullah SAW di mana suatu saat datang kepada beliau, tokoh Yahudi Abd al-Lah ibn Ubay yang meminta izin kepada beliau untuk secara rutin di satu hari beribadah dengan cara Yahudi, setelah hari sebelumnya beribadah dengan syariat Islam. Berdasar peristiwa ini, turunlah ayat di atas sebagaimana dijelaskan oleh al-Wahidi dalam kitab Asbab al-Nuzul.

Secara terinci, ada empat poin pelajaran penting ayat : pertama, seruan dalam bentuk kata perintah “masuklah” yang dalam bahasa Arab disebut fi’il amr, dan dalam literatur ilmu Ushul al-Fiqh menunjuk kepada wajib, al-ashl fi al-amr li al-wujud, pokok perkara perintah adalah wajib, yang harus dikerjakan dan terlarang meninggalkannya. Suatu perintah yang dikerjakan membuahkan pahala, sementara meninggalkannya menyebabkan berdosa. Berdasar ini, maka semua orang Islam yang mukallaf (sudah terkena beban hukum Islam) wajib masuk Islam secara kaaffah.Kedua, kata al-silm, yang diterjemahkan dengan Islam. Agama Islam. Meski penerjemahan dengan kata Islam, tidak ada yang keliru, tetapi menerjemahkan dengan makna dasar kata tersebut dengan “kedamaian” perlu diwacanakan. Islam adalah agama kedamaian. Islam Agama keselamatan. Ketika seseorang berislam, seluruh perilakunya menunjukkan sikap-sikap yang menyelamatkan, menenangkan. “Wajah” Islam sebagai agama kekerasan, teroristik, ekstrimitas, dll., sungguh penggambaran yang menyesatkan. Mari simak wejangan baginda Nabi, “Seorang muslim adalah orang yang orang lain selamat dari lisannya dan tangannya”.

Ketiga, kata kaafah sendiri. Muncul pertanyaan, apa maksud kata “keseluruhan” pada ayat tersebut. Jawaban atas pertanyaan ini bisa beragam, atau dapat dijelaskan dengan beragam penafsiran. Ambil misalnya perspektif Abd al-Wahhab Khallaf dalam Ilm Ushul al-Fiqh; Ketika menjelaskan hukum-hukum al-Quran (ahkam al-Quran), dia membaginya menjadi tiga : hukum-hukum keyakinan (ahkam itiqadiyah), hukum-hukum moral (ahkam khuluqiyah), dan hukum-hukum amaliah sehari-hari (ahkam amaliya) yang terdiri dari hukum ibadah dan hukum muamalah. Demikianlah tiga/empat domain ajaran Islam yang harus ‘dimasuki’ setiap muslim. Tertinggal dan Tertanggal salah satunya, menyebabkan perintah ayat 208 surah al-Baqarah ini belum dijalankan sepenuhnya.

Terakhir yang keempat adalah seruan yang juga dalam bentuk perintah yaitu tidak mengikuti langkah setan. Setan inilah kekuatan sesungguhnya dari perilaku kekerasan, teror, dan ekstrem. Yang keras, teroris, dan ekstrimis adalah setan itu sendiri, dan orang-orang yang mengikuti langkah-langkahnya. Ayat mengingatkan bahwa musuh yang nyata itulah setan dan para pengikutnya.

Sungguh clear ajaran Islam. Jika ingin selamat, masuklah Islam secara kaaffah. Jangan setengah-setengah, karena itu berarti lengah dan menjadikan setan mudah menjadikan anda sebagai pengikut setianya. Naudzubillah..

Wallahu a’lam..

Posted in Uncategorized | Leave a comment